MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PENGADILAN TINGGI RIAU

Jalan Jend. Sudirman No. 315, Pekanbaru - Riau
Website : pt-riau.go.id | email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
 
 

 

 

Prosedur Eksekusi

PROSEDUR EKSEKUSI

 

EKSEKUSI AKHIR PENYELESAIAN PERKARA

              Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti. Artinya putusan tersebut telah final karena tidak ada upaya hukum dari pihak lawan perkara sehingga yang dieksekusi dapat berupa putusan : Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi dan/atau Peninjauan Kembali.

              Eksekusi dapat pula dilaksanakan terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu menyangkut putusan provisi dan putusan uitvoerbaar bij voorraad (UbV). Obyek eksekusi termasuk juga tentang : Putusan perdamaian, grosse akta notarial,  jaminan (objek gadai, hak tanggungan, fidusia, sewa beli, leasing, putusan lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa yaitu putusan arbitrase Nasional/Internasional, putusan BPSK, putusan P4D/P4P, putusan KPPU, putusan KIP, Mahkamah Pelayaran, Alternative Dispute Resolution (ADR), dan putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

              Adapun menurut jenisnya eksekusi meliputi : Eksekusi riil, eksekusi melakukan pembayaran sejumlah uang, eksekusi melakukan sesuatu perbuatan, eksekusi parate atas benda jaminan, dan eksekusi melakukan pemulihan lingkungan.

              Pelaksanaan putusan yang bersifat “condemnatoir (penghukuman) secara paksa oleh pengadilan negeri dengan diterbitkannya suatu “Penetapan Eksekusi” oleh ketua pengadilan disebabkan pihak yang kalah berperkara  (Termohon Eksekusi), tidak bersedia secara sukarela melaksanakan amar putusan setelah dilakukan peneguran dalam batas waktu selama 8 (delapan) hari (aanmaning).

             Dalam praktek pelaksana eksekusi di tempat obyek eksekusi dilakukan oleh “Panitera” atau sering kali dilaksanakan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah perintah, pimpinan, dan pengawasan Ketua Pengadilan Negeri. Eksekusi harus diselesaikan secara tuntas dan hasilnya diserahkan kepada Pemohon Eksekusi, kecuali di lapangan terdapat kendala seperti : kondisi keamanan tidak kondusif. Lain halnya apabila obyek eksekusi : Tidak jelas batas-batasnya, tidak sesuai dengan barang yang disebut dalam amar putusan,  telah musnah, telah berubah statusnya menjadi tanah Negara atau berada di tangan pihak ketiga, maka putusan tersebut tidak dapat dieksekusi dan dinyatakan “non executable” oleh pengadilan negeri dengan suatu penetapan. 

Hambatan Eksekusi

            Pada dasarnya pengadilan negeri berupaya memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan akurat dalam penanganan masalah eksekusi. Namun pada realitanya, adakala dijumpai berbagai faktor hambatan dalam pelaksanaan putusan tersebut.

            Terkendalanya kelancaran eksekusi disebabkan oleh beberapa hal berikut ini :

  1. Adanya perlawanan dari pihak ketiga sebelum eksekusi dilaksanakan. Eksekusi ditunda hingga terdapat putusan perlawanan di pengadilan tingkat pertama yang menyatakan menolak dan eksekusi dilanjutkan sekalipun ada upaya hukum. Sebaliknya apabila perlawanan dikabulkan eksekusi ditangguhkan sampai putusan perlawanan tersebut berkekuatan hukum tetap.
  2. Eksekusi terhenti sampai proses peneguran selesai, sekalipun Termohon Eksekuasi tidak bersedia melaksanakan putusan secara mandiri. Pelaksanaan paksa putusan tidak dapat dilanjutkan karena Pemohon Eksekusi pasif dan tidak menyetor biaya untuk kepentingan pembiayaan melanjutkan proses eksekusi. Oleh karena itu pengadilan negeri dalam menghitung panjar biaya eksekusi jangan terbatas untuk biaya teguran saja, tetapi biaya menyeluruh sampai pelaksanaan eksekusi selesai.
  3. Selesai tahap aanmaning Pemohon Eksekusi tidak melaporkan kepada pengadilan negeri bahwa Termohon Eksekusi telah menyelesaikan apa yang termuat dalam amar putusan kepada Pemohon Eksekusi. Pengadilan negeri pun bersikap pasif, padahal perkara eksekusi tersebut menjadi tunggakan sebagaimana tersurat dalam Buku Register Eksekusi.
  4. Obyek eksekusi milik Negara atau telah berpindah kepada pihak ketiga sehingga tidak dapat dilakukan sita eksekusi.
  5. Obyek eksekusi telah berubah menjadi barang milik Negara.
  6. Pemohon Eksekusi tidak dapat menunjukan asset Termohon Eksekusi untuk dilakukan sita eksekusi.
  7. Persyaratan lelang eksekusi belum sepenuhnya dipenuhi oleh Pemohon Eksekusi sehingga pelaksanaan lelang eksekusi tertunda.
  8. Setelah permohonan eksekusi diterima pengadilan negeri, namun Pemohon Eksekusi belum membayar biaya panjar eksekusi yang jumlahnya telah ditentukan dalam SKUM.
  9. Obyek eksekusi tersangkut perkara lain.
  10. Aspek kemanusiaan seperti harus membongkar rumah Termohon Eksekusi yang berada di atas tanah obyek eksekusi.

Proses Eksekusi

            Surat permohonan eksekusi yang memuat alasan-alasan secara tepat dan benar, diajukan oleh Pemohon Eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang semula memutus perkara tersebut, sekalipun obyek eksekusi terdapat di pengadilan negeri lain. Setelah permohonan diteliti dan dihitung besarnya panjar biaya eksekusi, maka dikeluarkan SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) oleh petugas pengadilan yang diserahkan kepada Pemohon Eksekusi untuk dibayar dengan cara transfer melalui bank yang jumlahnya sesuai slip setoran panjar biaya eksekusi.

           Bukti setoran dari bank oleh Pemohon Eksekusi diserahkan kepada petugas Kepaniteraan Perdata, kemudian dicatat dalam Buku Jurnal Keuangan Eksekusi. Selain dicatat pula dalam Register Permohonan Eksekusi, sekaligus diberikan penomoran perkara eksekusi.

           Selanjutnya pengadilan negeri menyiapkan penetapan peneguran (aanmaning) yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri berisi penentuan tanggal pemanggilan terhadap Termohon Eksekusi untuk dilakukan peneguran agar memenuhi amar putusan pengadilan yang telah menghukum dirinya. Pelaksana pemanggilan untuk kegiatan peneguran ini adalah Jurusita atau Jurusita Pengganti yang menyampaikan relaas panggilan kepada Termohon Eksekusi.

           Pada waktu yang ditentukan Termohon Eksekusi datang menghadap pengadilan, Ketua Pengadilan Negeri menyampaikan kepada Termohon Eksekusi agar memenuhi isi putusan secara sukarela dengan diberi tenggang waktu 8 (delapan) hari terhitung sejak teguran dilakukan. Teguran ini merupakan tindakan yuridis pengadilan dan sebagai dasar untuk pelaksanaan eksekusi sehingga harus dibuatkan Berita Acara Aanmaning yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri dan Panitera.

          Dengan berakhirnya waktu yang ditentukan tersebut Termohon Eksekuasi tetap tidak memenuhi putusan, maka Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan eksekusi berupa perintah kepada Panitera atau jika berhalangan diganti oleh wakilnya yang sah disertai 2 (dua) orang saksi untuk melaksanakan eksekusi terhadap putusan tersebut.

          Dalam hal pada waktu perkara di pengadilan negeri berlangsung tidak dilakukan sita jaminan terhadap obyek perkara atau harta milik tergugat, maka sita eksekusi dapat dilakukan oleh pengadilan negeri atas permohonan Pemohon Eksekusi. Berita Acara Sita Eksekusi yang ditandatangani oleh Jurusita dan saksi-saksi antara lain memuat bahwa barang-barang yang disita tidak boleh dipindah tangankan, dijual atau digelapkan, perlu diberitahukan kepada Kelurahan setempat untuk dicatat dan diumumkan. Juga untuk benda tetap (tanah berikut bangunan) diberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

          Sebelum eksekusi dilaksanakan dapat dilakukan terlebih dahulu tindakan tentang pencocokan tentang batas, luas dan kondisi terhadap harta milik Termohon Eksekusi yang didasarkan pada Penetapan Ketua Pengadilan Negeri tentang “Constatering” setelah menerima permohonan dari Pemohon Eksekusi. Hasil pencocokan obyek eksekusi tersebut dibuatkan berita acaranya yang ditandatangani oleh Jurusita dan saksi-saksi, serta diketahui oleh Termohon Eksekusi dan Pemohon Eksekusi.

         Tahap berikut sebagai puncaknya adalah pelaksanaan eksekusi. Untuk eksekusi pengosongan dan penyerahan barang tak bergerak, sebelumnya didahului dengan rapat koordinasi pengamanan dengan aparat keamanan Kepolisian dan kekuatan umum lainnya yang akan membantu pengamanan pada waktu pelaksanaan eksekusi.

         Berbeda untuk eksekusi pembayaran uang, upaya paksanya dengan penjualan lelang harta kekayaan tergugat dengan didasarkan pada penetapan lelang dan ditentukan harga limitnya. Berkas lelang dan permintaan jadwal lelang dikirim ke KPKNL, setelah dilakukan pengumuman waktu lelang di media massa maka petugas kantor lelang melakukan pelelangan benda tersebut. Selanjutnya dibuat risalah lelang dan penyerahan hasil lelang kepada pemohon lelang.

        Dengan telah selesainya pelaksanaan eksekusi, maka berkas eksekusi disimpan di Kepaniteraan Hukum untuk diarsipkan. 

        Pengadilan telah menerapkan berbagai aplikasi diantaranya SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) sehingga selain dilakukan pencatatan proses eksekusi secara manual dalam Buku Jurnal Keuangan dan Buku Register, juga dilakukan penginputan dalam SIPP.

 
 
 

Profil Pengadilan Tinggi Riau